Jumat, 30 September 2011


PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP KEBERADAAN  LOKALISASI PSK BATU MERAH TANJUNG
KECAMATAN SIRIMAU KOTA AMBON


PROPOSAL


OLEH :
BEATUS MENDELSON. LAKA
NIM : 2007-32-004






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2011

DAFTAR PUSTAKA

Budihardjo, Eko. 1998. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Bandung, Penerbit Alumni
Burhanuddin H. 2002. Pengantar Pedagogik, Rineke cipta, Jakarta 
Daldjoeni. N. 2003. Geografi Kota dan Desa. Bandung, Penerbit PT. ALUMNI.
Horton, Paul B. & Hunt, Chester L. 1993.Sosiologi Edisi Keenam (Alih Bahasa : Aminuddin Ram & Tita Sobari). Jakarta, Penerbit Erlangga.
Koentjaraninggrat, 1979. Pengantar ilmu Antropologi, Rineke cipta, Jakarta 
 Mahmud M. Dimayati, 1990. Psikologi suatu Pengantar, Penerbit Erlangga, Jakarta
Mar’at. 1988. Sikap manusia perubahan serta pengukurannya, penerbit Gahlia, Indonesia. Jakarta
Mardalis. 2009. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara. Jakarta  
Mifta Thoha. 1985. Perilaku organisasi, CV Rajawali, Jakarta
Mifta Thoha. 1991. Tahu dan Pengetahuan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
Saldi Saparinah S.P. 1976 Persepsi terhadap perilaku yang menyimpang, Direktorat  Depdikbud
Siagaian. SP, 1987. Organisasi kepemimpinan dan perilaku organisasi, penerbit Gunung Agung. Jakarta
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1981. Metode penelitian survey . Jakarta LP3ES.
Soedjatmoko. 1986. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Jakarta, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
http://www.anneahira.com diambil 28 september 2010
http://www.bumikusiji.blogspot.com diambil 28 september 2010
http://www.deniborin.multiply.com diambil 28 september 2010
http://www.ekanurmawaty.blogspot.com diambil 28 september 2010
http://www.jappy.com (di ambil tanggal 02 Maret 2011)
http://fatamorghana.wordpress.com (di ambil tanggal 02 Maret 2011)
http://massofa.wordpress.com (di ambil tanggal 02 Maret 2011).









BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Tipe Penelitian
Dalam arti penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif  yang bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal nyata menyangkut variabel-variabel yang terjadi di lapangan.
B.     Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan Pada Masyarakat RT 01/ RW 05  di lokalisasi PSK Tanjung Batu Merah Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian adalah 1 (satu) bulan.
C.    Populasi dan Sampel
a.      Populasi
-          Deskripsi dan identifikasi
            Masyarakat yang tinggal di sekitar lokalisasi PSK tanjung batu merah di kecamatan sirimau kota ambon terdiri dari 67 kepala keluarga. Maka penulis menggunakan pendekatan ststus sosial untuk mengambil populasi berdasarkan tingkat pendidikan dan jabatan di RT 01 RW 05 yaitu sebanyak 20 kepala keluarga dengan tingkat pendidikan yang berbeda seperti yang lulus sekolah dasar 5 orang, SMP 5 orang, SMA 5 orang dan Perguruan tinggi 5 orang di tambah dengan 2 orang pemuka agama, dan 3 orang pemuka masyarakat.   


b.      Sampel
Berdasarkan deskripsi dan identifikasi di atas maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah keluarga yang dipilih secara acak sesuai tingkat pendidikan kepala keluarga yang bermukim pada lokalisasi, sebanyak 20 orang kepala keluarga ditambah pemuka agama 2 orang, tokoh masyarakat 3 orang, sebagai responden untuk memberikan informasi penunjang dalam memperkuat informasi dari masyarakat.
D.    Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data penulis menggunakan beberapa teknik, sebagai berikut :
a.       Observasi
Teknik  observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang keadaan wilayah aktifitas penduduk termasuk lokalisasi. Digunakan pengambilan gambar dengan camera untuk membuat dokumentasi.
b.      Kuesioner
Teknik ini digunakan dengan jalan mengumpulkan data primer lewat pengisian kuesioner (daftar pertanyaan) oleh responden.
c.       Wawancara
Teknik ini di gunakan untuk melengkapi data kuesioner.  Dengan mengajukan pertanyaan kepada responden untuk mendapatkan gambaran tentang masalah yang diteliti. 


d.      Dokumenter
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan sejumlah dokumen yang di ambil dari lapangan.
E.     Teknik Analisis Data
Data-data  dianalisis secara deskriptif untuk menghasilkan tabel frekuensi baik tabel tunggal maupun tabel silang. Data kualitatif dianalisis secara deduktif dan induktif. Cara berpikir deduktif dengan menggunakan analisis yang berpijak dari pengertian-pengertian atau fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian diteliti dan hasilnya dapat memecahkan persoalan khusus, sedangkan cara berfikir induktif  berpijak pada fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian diteliti dan akhirnya pemecahan persoalan yang bersifat umum. (Mardalis, 2009:20-21).    

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A). Keberadaan masyarakat sekitar Lokaisasi
a. Permukiman
- Bentuk Pola Permukiman Penduduk
            Pola permukiman penduduk bisa berbeda satu sama lain, secara umum, penduduk memiliki pola permukiman sebagai berikut:
  • Pola permukiman memanjang (linear)
            Perumahan yang tersusun dengan pola ini biasanya dapat dijumpai di sepanjang jalan, sepanjang sungai, dan sepanjang garis pantai. Bentuknya memanjang mengikuti bentuk jalan, sungai, atau garis pantai.
  • Pola permukiman memusat
            Perumahan yang tersusun mengikuti pola ini biasanya berbentuk unit-unit kecil, dan biasanya terdapat di daerah pegunungan (bisa juga dataran tinggi yang berelief kasar) dan daerah-daerah yang terisolir. Permukiman penduduk memusat mendekat sumber-sumber penghidupan mereka, seperti permukiman di pegunungan mengitari/mendekati mata air.
            Penduduk yang tinggal di permukiman yang terpusat biasanya masih memiliki hubungan kekerabatan atau hubungan pekerjaan, sehingga pola ini akan membantu mereka untuk saling berkomunikasi dengan mudah.


  • Pola permukiman menyebar
            Pada daerah-daerah yang kandungan sumber daya alamnya terbatas, sering dijumpai pola permukiman penduduk yang tersebar. Mata pencaharian penduduk  umumnya berupa petani, peternak, dan sebagainya. Penduduk yang tersebar ini biasanya juga membentuk unit-unit kecil. Unit-unit tersebut merupakan rumah-rumah yang mengelompok dan terbentuk karena mendekati fasilitas kehidupan, adanya masalah keamanan, atau karena sikap masyarakat yang berjiwa sosial tinggi. http://arisudev.wordpress.com (di ambil tanggal 10Mei 2011)
-          Perkembangan Pola Permukiman
Penduduk adalah sekelompok masyarakat yang tinggal menetap di wilayah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Kita disebut penduduk Indonesia, karena kita tinggal dan menetap di wilayah Indonesia. Apakah Anda pernah berpikir, mengapa orang cenderung mendirikan rumah di sepanjang jalan? Mengapa perkantoran didirikan di sepanjang jalan besar? Dan mengapa orang-orang yang tinggal di pedesaan sering hidup mengelompok dengan keluarga besarnya?
            Alasan orang mendirikan permukiman berbeda-beda. Jika mereka ingin tinggal di tempat yang sepi, mereka cenderung tinggal jauh dari jalan besar, begitu juga sebaliknya. Di desa, orang memilih tinggal berkelompok dengan sanak saudara bertujuan untuk mempererat tali kekeluargaan. Dengan berbagai alasan tersebut, tentu terbentuk berbagai pola permukiman penduduk. Pola perkembangan permukiman penduduk adalah bentuk umum sebuah permukiman penduduk dan terlihat mengikuti pola tertentu. Pola permukiman penduduk berbeda-beda di setiap daerah.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentuk Pola  PerkembanganPermukiman Penduduk
  • Bentuk permukaan bumi
            Bentuk permukaan bumi berbeda-beda, ada gunung, pantai, dataran rendah, dataran tinggi, dan sebagainya. Kondisi yang berbeda secara otomatis akan membuat pola kehidupan yang berbeda, misal penduduk pantai bekerja sebagai petani. Pola kehidupan yang berbeda akan menyebabkan penduduk membuat permukiman yang sesuai dengan lingkungan tempat penduduk itu berada.
  • Keadaan tanah
            Keadaan tanah menyangkut kesuburan/kelayakan tanah ditanami. Seperti kita ketahui, lahan yang subur tentu menjadi sumber penghidupan penduduk. Lahan tersebut bisa dijadikan lahan pertanian atau semacamnya. Karena itu, penduduk biasanya hidup mengelompok di dekat sumber penghidupan tersebut (ini jelas terlihat di desa).
  • Keadaan iklim
            Iklim memiliki unsur-unsur di antaranya curah hujan, intensitas cahaya matahari, suhu udara, dan sebagainya yang berbeda-beda di setiap daerah. Perbedaan iklim ini akan membuat kesuburan tanah dan keadaan alam di setiap daerah berbeda-beda yang tentu membuat pola perkembangan permukiman penduduk berbeda pula. Sebagai contoh penduduk di pegunungan cenderung bertempat tinggal berdekatan, sementara penduduk di daerah panas memiliki permukiman yang lebih terbuka (agak terpencar).
  • Keadaan ekonomi
            Kita tentu ingin beraktifitas sehemat-hematnya (meski itu soal waktu). Masyarakat tidak ingin tinggal jauh dari pusat perkantoran, sekolah, dan pasar. Jika masyarakat memilih rumah, tentu mereka akan memilih tempat yang tepat sebagai salah satu faktor utama. Kondisi ini jelas berpengaruh terhadap pola perkembangan permukiman penduduk (ini jelas terlihat di kota).
  • Kultur penduduk
            Pola perkembangan permukiman penduduk sangat bergantung pada kemajuan dan kebutuhan penduduk itu sendiri. Jika penduduk itu masih tradisional, pola permukimannya akan cenderung terisolir dari permukiman lain. Permukiman di daerah tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka yang masih anggota suku atau yang masih berhubungan darah. Hal ini jelas terlihat perbedaannya di kota yang penduduknya sudah modern.
-          Teori Jalur Sepusat
            Teori jalur sepusat atau Teori Konsentrik (Consentric Zone Theory) E.W. Burgess, mengemukakan bahwa kota terbagi sebagai berikut: (Jayadinata, 1999:129)
(1). Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (central business district atau CBD) yang terdiri atas: bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan toko pusat perbelanjaan;
(2). Pada lingkaran tengah pertama terdapat jalur alih: rumah-rumah sewaan, kawasan industri, perumahan buruh;
(3). Pada lingkaran tengah kedua terletak jalur wisma buruh, yakni kawasan perumahaan untuk tenaga kerja pabrik;
(4). Pada lingkaran luar terdapat jalur madyawisma, yakni kawasan perumahan yang luas untuk tenaga kerja halus dan kaum madya (middle class);
(5). Di luar lingkaran terdapat jalur pendugdag atau jalur pengelajon (jalur ulang-alik); sepanjang jalan besar terdapat perumahan masyarakat golongan madya dan golongan atas atau masyarakat upakota.
teori pola penggunaan tanah
http://theplanner.wordpress.com (di ambil tanggal 10 Mei 2011)
b. Religius/agama
            Menurut teori Evolusi yang sampai kini belum ada bukti-bukti utuh dan lengkap tentang kebenarannya, manusia modern atau homo sapiens ada karena suatu proses perkembangan yang panjang dan dalam rentang waktu lama. Proses panjang dan lama itu terjadi karena manusia berkembang dari organisme sederhana menjadi makhluk yang relatif sempurna; dan segala sesuatu yang bertalian dengan manusia serta kemanusiaannya juga berkembang karena adanya proses evolusi. Dalam kenyataannya, evolusi hanya merupakan teori, tetapi diajarkan dan dijabarkan sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi atau dialami pada semua makluk.
            Akan tetapi, menurut Kitab Suci Agama-agama, manusia, alam semesta, dan segala sesuatu adalah hasil ciptaan TUHAN Allah; hasil ciptaan yang penuh dengan kesempurnaan. Karena kesempurnaan itu, manusia mampu bertambah banyak karena di dalam diri mereka tertanam naluri bertahan hidup serta kemampuan reproduksi. Di samping itu, manusia juga dilengkapi dengan berbagai kemampuan serta kreativitas penggagas Teori Evolusi pun, tidak pernah bisa menjawab siapa yang telah melengkapi manusia dengan berbagai kemampuan serta kreativitas tersebut, sehingga mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi hidup dan kehidupannya; bahkan menjadikan segala sesuatu di sekitarnya menjadi lebih baik serta memberi kenyamanan padanya. Kemampuan dan kreativitas itu, menjadikan manusia mempunyai keinginan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupannya sehingga, yang tadinya mempunyai pola nomade, lambat laun menetap kemudian membangun komunitas pada suatu lokasi dengan batas-batas geografis tertentu. Dalam batas-batas geografis itu, mereka semakin bertambah banyak serta mampu membangun komunitas masyarakat dengan berbagai aspek yang bertalian dengannya.  
            Salah satu aspek yang biasanya ada dalam suatu komunitas masyarakat adalah cara-cara penyembahan kepada kekuatan lain di luar dirinya. Hal itu terjadi karena manusia mempunyai naluri religius yang universal. Kekuatan lain di luar diri manusia itu bersifat Ilahi, supra natural, berkuasa, mempunyai kemampuan maha dasyat, sumber segala sesuatu, dan lain-lain. Ia adalah Kekuasaan Yang Tertinggi melebihi apapun yang ada di alam semesta. Akan tetapi, manusia tidak mampu menggambarkan bentuk-bentuk konkrit dari apa yang mereka sembah sebagai Kekuasaan Yang Tertinggi itu. Komunitas tersebut mempunyai keyakinan bahwa Ia ada, dihormati, disembah, ditakuti; kemudian diikuti dengan memberi persembahan korban kepadanya http://www.jappy.com (di ambil tanggal 02 Maret 2011)
b. Pendidikan/pedagogik
            Pendidikan adalah proses pembelajaran yang didapat oleh setiap manusia (Peserta Didik) untuk dapat membuat manusia (Peserta Didik) itu mengerti, paham, dan lebih dewasa serta mampu membuat manusia (Peserta Didik) lebih kritis dalam berpikir.
            Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya , pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, mikro. Adapun tujuan utama pemgelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal.
 http://fatamorghana.wordpress.com (di ambil tanggal 02 Maret 2011)



c. Moral
            Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika. Tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika sama ada baik atau buruk dinamakan moral. Moral terbahagi kepada dua yaitu :
a. Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik
b. Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk
            Kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan peraturan-peraturan masyarakat yang diwujudkan di luar kawalan individu. Dorothy Emmet (1979) mengatakan bahawa manusia bergantung kepada tata susila, adat, kebiasaan masyarakat dan agama bagi membantu menilai tingkah laku seseorang Akhlak dalam beragama menjadi penghubung yang erat dengan fenomena keimanan seseorang. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
http://massofa.wordpress.com (di ambil tanggal 02 Maret 2011).
B). Faktor Pembentuk Persepsi
Menurut Thoha (1984 : 141) persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungan  baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Persepsi itu sangat di pengaruhi oleh adanya latar belakang mereka yaitu yang menyangkut dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan.
Mar’at (1982 : 23) mengatakan bahwa persepsi merupakan proses penghayatan yang berasal dari komponen kognisi persepsi itu di pengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya yang memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang di lihat, Persepsi terhadap sesuatu dapat di bedakan atas tiga (3) tahap yaitu:
1.      Tahap Kognisi: lewat tahap ini akan timbul suatu ide, kemudian mengenai apa yang di lihat
2.      Tahap Afeksi    : pemberian evaluasi emosional senang atau tidak senang terhadap objek
3.      Tahap Konasi    : menentukan kesediaan atau kesiapan jawaban berupa tindakan terhadap objek.
Kognisi, Afeksi dan Konasi membentuk sikap dan memberikan corak terhadap kepribadian seseorang persepsi tersebut di gambarkan oleh Mar’at (1988) dalam bentuk bagan persepsi (Lihat Gambar.1)

















 










Pendapat lebih di perkuat oleh David Kruch sebagaimana di kutip oleh Mifta Thoha (1984 : 142) bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang kompleks yang menghasilkan suatu gambaran unik tentang kenyataan   yang barang kali sangat berbeda dari kenyataannya. Sesuai dengan uraian di atas, maka persepsi itu berhubungan dengan proses kognitif .hal ini berarti pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang dimiliki oleh seseorang tentang suatu objek yang akan mempengaruhi persepsinya. tentang objek tersebut. Hal yang sama juga dikatakan oleh Hamer dan Organ sebagaimana ditulis oleh Indrajuijaya (1983) bahwa persepsi sebagai suatu proses dengan mana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, mengalami dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi dilingkungannya. Dalam hubungannya dengan respon dikatakan bahwa setiap faktor mental, suasana emosi, keinginan yang kuat atau sikap dapat mempunyai  pengaruh  yang  kuat  terhadap respons persepsi (M.Dimayati Mahmuel,1990)
             Sesuai dengan penjelasan sebelumnya diatas bahwa persepsi merupakan proses psikologis, sehingga suatu perubahan yang terjadi dalam masyarakat perlu di perhatikan oleh pihak-pihak tertentu menurut Indera Wijaya (1983) manusia dalam mengorganisasikan dan memberikan arti kepada suatu rangsangan selalu menggunakan inderanya yaitu melalui proses mendengar, melihat, meraba, mencium yang dapat terjadisecara terpisah.
Sejalan dengan itu Saparinah Saldi (1976) mengatakan bahwa “Persepsi” seseorang merupakan suatu proses yang aktif dimana yang memegang peranan bukan hanya stimulus tetapi juga keseluruhan dengan pengalamannya, motivasi, penilaian, dan sikap-sikap yang relevan dengan stimulus tersebut. Hal ini berarti bahwa tidak saja proses kognitif yang memegang peranan penting dalam  proses persepsi, tetapi melalui  pengalaman-pengalaman serta sikap dan motivasi untuk menerima perubahan tersebut.
Selanjutnya persepsi itu pula yang mempengaruhi keikutsertaan masyarakat/individu dalam wujud peran  yang nyata, serta dilakukan sesuai dengan status dan kedudukan masing-masing, hal tersebut di ungkapkan juga oleh Siagian (1983) bahwa persepsi itupula yang menandakan intensitas perannya, dengan menyimak peran di atas jelas bahwa proses persepsi berlangsung secara aktif, dimana seorang individu/masyarakat penerima stimulus menimbulkan respons terhadap stimulus yang di terima apabila stimulus ditolak berarti persepsi yang negatif, karena stimulus tersebut di pandang tidak sesuai dengan nilai atau prinsip yang  dianutnya atau keadaan yang biasa di alaminya dan sebaliknya suatu stimulus diterima berarti timbul persepsi yang positif dimana stimulus dipandang dapat memberikan nilai tambah dalam suatu sisi kepentingannya.
Linda L. Dfidof (1988) mengatakan bahwa persepsi itu tergantung pada empat cara kerja yaitu Deteksi, (pengenalan), transfusi (pengubahan energi), transmisi (penerusan), dan pengolahan informasi. Sejalan dengan itu para ahli mengkaji hubungan keempat konsep dimaksud dengan mengajukan asumsi bahwa adanya pengetahuan terhadap manfaat. sesuatu hal tersebut, Selanjutnya sikap yang positif akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut (Djamaludin Ancok, 1989).
Niat untuk ikut serta dalam kegiatan yang berarti sangat tergantung apakah seorang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut. Dengan demikian persepsi seseorang akan membentuk sikap atau perilakunya. Namun perlu diperhatikan bahwa persepsi juga senantiasa di pengaruhi oleh berbagai faktor, yang oleh Singgih D. Gunarsa (1983) digolongkan atas dua faktor pengaruh,  yaitu faktor luar (eksterent) dan faktor dalam (interent) yaitu objek yang diamati itu sendiri, sedangkan yang termasuk faktor dalam adalah faktor yang berasal dari individu Sipengamat itu sendiri yaitu motif, kesadaran dan harapan.


A. Pendidikan  
            Pendidikan adalah proses pembelajaran yang didapat oleh setiap manusia (Peserta Didik) untuk dapat membuat manusia (Peserta Didik) itu mengerti, paham, dan lebih dewasa serta mampu membuat manusia (Peserta Didik) lebih kritis dalam berpikir.
Pendidikan bisa diperoleh baik secara formal dan nonformal. Pendidikan formal diperoleh dalam kita mengikuti progam-program yang sudah dirancang secara terstruktur oleh suatu intitusi, departemen atau kementrian suatu Negara. Pendidikan non formal adalah pengetahuan yang didapat manusia (Peserta didik) dalam kehidupan sehari-hari (berbagai pengalaman) baik yang dia rasakan sendiri atau yang dipelajarai dari orang lain (mengamati dan mengikuti).
UU SISDIKNAS, Bab I Pasal 1, mengatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” 
Herbert Spencer (filosof Inggris yang hidup tahun 1820-1903 M) mengatakan bahwa pendidikan itulah menyiapkan seseorang agar dapat menikmati kehidupan yang bahagia.
Pendidikan ialah pemberian pengaruh dengan berbagai macam yang berpengaruh, yang sengaja kita pilih untuk membantu anak, agar berkembang jasmaninya, akalnya, dan akhlaknya, sehingga sedikit demi sedikit sampai kepada batas kesempurnaan maksimal yang dapat dia capai, sehingga dia bahagia dalam kehidupannya sebagai individu dan dalam kehidupan kemasyarakatan (social) dan setiap tindakan yang ke luar daripadanya, menjadi lebih sempurna, lebih tepat, dan lebih baik bagi masyarakat. Oleh: AsianBrain.com Content Team http://www.anneahira.com diambil 28 september 2010
B. Pengetahuan
            Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak di batasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip maupun prosedur secara probabilitas adalah benar atau berguna. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi.
Pengetahuan juga lebih menekankan pengamatan dan pengalaman indera yang dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan posteriori. Pengetahuan ini biasa didapatkan dengan pengamatan (observasi) yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat  berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga biasa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali.
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa pengetahuan merupakan pengamatan dan pengalaman indera, sehingga sesuatu perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang merupakan pengalaman pribadi.
            Pengetahuan pendekatan ilmiah terhadap pendidikan, yaitu suatu pendekatan terhadap pendidikan, dengan menggunakan ilmu (science) untuk mempelajari, menelaah serta memecahkan masalah-masalah pendidikan. Teori pendidikan dengan masalah ilmiah ini disebut ilmu pengetahuan pendidikan atau “science of education” cara kerja yang di pergunakan ialah sebagai mana prinsip-prinsip dan metode kerja ilmu pengetahuan.
            Henderson mengemukakan, bahwa science of education ingin menyumbangkan pengetahuan yang diperolehnya melalui eksperimen. Melalui analisis, pengukuran, perhitungan, klasifikasi dan perbandingan. Science of education menghasilkan ilmu pendidikan sebagai terapan dari ilmu dasarnya. Misalnya sosiologi pendidikan, merupakan terapan dari sosiologi untuk menelaah masalah-masalah pendidikan; psikologi pendidikan, merupakan terapan dari psikologi untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan. Pendekatan ilmiah ingin menelaah masalah-masalah pendidikan secara ilmiah (Burhanudin Salam 2002: 29-30). Mempelajari proses-proses psikologis, sosiologis, proses sosiokultural, proses ekologis, karena akan mempengaruhi dan menentukan pendidikan.
            Berbicara tentang ilmu, dapat kita lihat sebagai suatu proses, dan sebagai suatu hasil dari proses tadi. Sebagai proses merupakan suatu metode berpikir objektif dan reflektif. Berpikir objektif, karena faktual berdasarka fakta-fakta yang di amati, dikatakan reflektif, karena berpikir berusaha untuk memecahkan masalah.
Ilmu pengetahuan itu berpikir objektif tujuannya untuk mengembangkan dan mengartikan (menafsirkan) fakta-fakta. Pengetahuan yang di hasilkan dengan ilmu, diperoleh melalui observasi, eksperimen, klasifikasi dan analisis. Ilmu pengetahuan itu netral, ialah tidak dipengaruhi oleh suatu yang bersifat kedirian, karena dimulai dengan fakta, diolah di atas fakta, dan disimpulkan di atas fakta pula.
            Akan lebih jelas kiranya bagaimana pendekatan ilmiah itu, kalau kita A bandingkan dengan pendekatan filsafat. Ilmu pengetahuan menggunakan eksperimentasi terkontrol sebagai metode yang khas. Verifikasi terhadap teori yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dilakukan dengan jalan menguji dalam praktek atau pengalaman berdasarkan pengindraan. Filsafat menggunakan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Verifikasi dilakukan filsafat dengan jalan melalui akal-akal yang di dasarkan kepada semua pengalaman insani, sehingga dengan demikian filsafat dapat menelaah masalah-masalah yang mungkin oleh ilmu tidak dapat dicarikan penyelesaiannya. 
C. Lama Tinggal (Pemukiman)
Pemukiman adalah suatu wilayah atau area yang ditempati oleh seseorang atau kelompok manusia. Pemukiman memiliki kaitan yang cukup erat dengan kondisi alam dan sosial kemasyarakatan sekitar. Bentuk bangunan dan permukiman adalah dua hal yang selalu berkaitan atau tak terpisahkan. Setiap berbicara pemukiman sederhana apapun selalu melibatkan masalah arsitektur. Bentuk bangunan dapat menjadi cermin dari keberadaan suatu permukiman dari kelompok sosial tertentu. Dengan demikian bentuk bangunan suatu wilayah permukiman dapat menunjukkan baik-buruknya keadaan sosial, ekonomi dan budaya dari warga/masyarakatyang bermukim di situ.
Salah satu ciri bentuk bangunan permukiman dari kelompok sosial terpinggirkan adalah rumah dibangun tidak permanen, sangat sederhana dan sempit serta berdempetan sebagai akibat dari padatnya penduduk kampung. Sanitasi lingkungannya sangat buruk bahkan ada yang dapat disebut sebagai rumah tidak layak huni. Misalnya ada rumah yang luasnya hanya beberapa meter persegi saja, tinggi satu meter, terbuat dari plastic atau kardus dan menempel pada tembok orang lain.
Apabila kemudian kita berpaling kepada pendapat Eko Budihardjo (1983: 5) bahwa bentuk bangunan adalah pengejawantahan yang jujur dari tata cara kehidupan masyarakat, maka cirri-ciri bangunan masyarakat kampung kota seperti tersebut di atas, adalah salah satu cermin kemiskinan sudut kota. Penduduk miskin kota sudah bisa hidup dalam sistem sosial, ekonomi dan budayanya yang disebut budaya kemiskinan.
Pengertian Kelompok Sosial Dan Permukiman Terpinggirkan
            Kelompok sosial adalah kumpulan dari sejumlah orang (berdasarkan persamaan cirri-ciri tertentu) yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi (Horton & Hunt, 1993: 214-216). Kelompok sosial terpinggirkan atau lebih tepatnya kelompok sosial marjinal yaitu kelompok sosial yang menjadi bagian dari dua budaya atau dua masyarakat, tetapi tidak termasuk secara penuh (utuh) pada salah satu budaya atau masyarakat tersebut (bandingkan, Horton & Hunt, 1993: 402). Mungkin defenisi ini lebih mengena dari sudut sosial-budaya,untuk menggolongkan keterjangkauan tempat kegiatan mereka oleh penduduk amatlah penting,sehingga derajat menurunnya economic rent yang ingin mereka pakai untuk berbelanja, amat kurang.
            Karena itulah maka, golongan ekonomi lemah demi penghematan biaya transportasi mencari tempat tinggal mendekati pusat kota yang kebetulan juga merupakan zona perumahan yang sewanya murah. Dengan demikian, demi murahnya hidup, mereka bertumpuk-tumpuk di kawasan yang berpenduduk padat sekali. Karena dengan cara demikianlah, maka bid-rent gradient mereka lerengnya sedang, tak begitu curam (Daldjoeni, 2003: 201). Dengan demikian maka, dari segi ekonomi kelompok sosial marjinal/terpinggirkan adalah masyarakat berpenghasilan rendah, yang memilih tinggal di wilayah kota terpinggirkan pula dari pertimbangan nilai ekonomis.
            Dengan demikian, pengertian permukiman kelompok sosial terpinggirkan yang dimaksud di sini, adalah permukiman dari kelompok sosial miskin kota yang merupakan zona perumahan yang sewanya murah, karena kondisi tanah yang paling tidak menguntungkan dari motivasi ekonomi, misalnya di pinggiran bantaran sungai Tukad Bandung; atau secara geografis, wilayah-wilah kota yang sering tergenang banjir di musim hujan dan yang tidak di tunjang fasilitas kota.
Pengertian Kemiskinan
            Berita tentang kemiskinan yang melanda negeri ini tidak pernah luput dari sorotan berbagai media masa di tanah air atau dari luar negeri. Penanganan program pengentasan kemiskinan di Indonesia dari waktu ke waktu, dari rezim satu ke rezim terakhir tidak pernah berhasil dan tidak akan pernah tuntas. Hal ini menurut Soedjatmoko (1986: 1 & 159) membuktikan bahwa, ternyata tingkat pengetahuan masyarakat dewasa ini mengenai keanekaragaman wajah kemiskinan di tanah air masih sangat terbatas.
            Masyarakat tidak tahu struktur-struktur sosial dan kebudayaan kemiskinan di negeri ini. Masyarakat tidak tahu dengan partisipasi golongan yang paling miskin, dimana mereka berbeda dan sebabmusabab dari kemiskinan yang sangat mendalam itu. Masyarakatpun tidak mengetahui dengan pasti bagaimana cara. Menurut Turgu (2001: 6) permukiman kumuh dan proses pengkumuhan merupakan satu objek yang kompleks. Oleh karena itu, studi terhadap permukiman kumuh tidak bisa hanya dilakukan hanya pada satu subjek saja dan menganggap hal tersebut merupakan masalah sosial saja, atau hanya masalah penyediaan hunian saja, atau hanya masalah ekonomi dan politik saja. Harus ada pendekatan yang menyeluruh untuk mencapai defenisi dan interpretasi yang lebih konferhensif.
            Analisis struktural dari pola modal sosial adalah sumber daya yang dapat di pandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Sesuatu yang disebut sumber daya (resources) adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan dan diinvestasikan. Modal sosial berbeda dengan istilah popular lain yaitu modal manusia (human capital).
            Pada modal manusia segala sesuatunya lebih merujuk ke dimensi individual yaitu daya dan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu. Pada Modal sosial, lebih menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola hubungan antar individu dalam satu kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai, dan kepercayaan antara sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok. Modal sosial juga sangat dekat dengan terminology sosial lainnya seperti kebajikan sosial (social virtue). Perbedaan keduanya terletak pada dimensi jaringan. Kebajikan sosial akan sangat kuat dan berpengaruh jika keterikatan untuk saling berhubungan yang bersifat timbal-balik dalam suatu bentuk hubungan di dalamnya melekat perasaan sosial.
            Robert D Putnam (2000; Hasbullah, 2006: 5) memberikan proposisi bahwa suatu entitas masyarakat yang memiliki kebijakan sosial yang tinggi, tetapi hidup secara sosial terisolasi akan dipandang sebagai masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang rendah. Permukiman juga memerlukan utilitas umum sebagai sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan (Pasal 1 Butir 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992). Utilitas umum meliputi antara lain jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan transportasi, dan pemadam kebakaran. Utilitas umum membutuhkan pengelolaan secara berkelanjutan dan profesional oleh badan usaha agar dapat memberikan pelayanan yang memadai kepada masyarakat. http://www.bumikusiji.blogspot.com diambil 28 september 2010.